CERITA ASAL USUL GUNUNG MERAPI



MERAPI BERAPI-API


Sudah hampir sembilan tahun setelah menikah pasangan suami ini belum dikaruniai seorang anak pun. Dengan keputusan yang sangat berat untuk dilalakukan, sang suami pun memutuskan untuk pergi bertapa demi mendapatkan seorang anak. Walaupun istrinya melarang keras untuk berangkat, tapi sang suami masih tetap bersikeras ingin pergi bertapa.
Disebuah desa hiduplah seorang pemuda yang bernama Merapi. Ia tinggal disebuah gubuk kecil yang sudah tak layak lagi untuk ditinggali, bersama kakeknya yang sedang sakit keras yaitu Mbah Marijan. Merapi merupakan seorang yang tekun dalam mengerjakan sesuatu. Setiap pagi menjelang siang, dia menjadi buruh tani di sawah milik tetangganya. Saat sore dia pergi ke laut menangkap ikan untuk dijual ke pasar keesokan paginya. Seperti biasanya, Merapi menjual ikan-ikan hasil tangkapannya di emperan kios pasar. Merapi tidak sanggup menyewa kios untuk berjualan. Walaupun hanya bermodal ikan, ember, dan neraca, jualannya selalu habis tanpa sisa. Uang hasil penjualan ikan tersebut ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama Mbah Marijan.
Burung berkicau seakan menyanyikan lagu-lagu syahdu. Suasana pasar pun masih tetap sama seperti biasanya. Suara orang-orang yang berseru menawarkan barang dagangan mereka masing-masing membuat suasana pasar menjadi ramai. Merapi dengan semangatnya berteriak menawarkan ikan hasil tangkapannya kepada orang-orang yang sedang berlalu-lalang. “Ikaaaaan ikaannn, ini ikannya masih segar Bu, silahkan dibeli. Ini baru saya tangkap tadi shubuh Bu. Silahkan pak, ini masih segar-segar ikannya.” Itulah kalimat yang selalu diucapkan Merapi menjual ikan-ikan tangkapan hasil jerih payahnya.
Seorang wanita cantik berkulit kuning langsat dengan rambut panjangnya yang terurai diterpa angin sedang menawar sayuran kelihatannya tertarik dengan semangat Merapi dalam melakukan barang dagangannya.  Wanita itu pun menghampiri Merapi.
“Mas jualan ikan apa aja ?”
“Banyak mbak,  ini silahkan dilihat ikannya masih segar-segar hasil tangkapan tadi pagi. Mbaknya mau beli yang mana?”
“Ini namanya ikan apa ?”
“O ini ikan bandeng mbak.”
“Kalo yang ini apa ?”
“Ini ikan tenggiri mbak, tadi pagi saya cuma dapat 17 ekor saja. Yaa sepertinya saya belum beruntung, padahal ikan tenggiri ini ikan paling laris biasanya.”
“Kalo yang itu namanya ikan apa ?”
“Yang kanan atau yang kiri mbak? Kalau yang kanan ini ikan makerel sedangkan yang kiri ikan bawal mbak, mbaknya mau beli yang mana ? Kalo mbak mau yang lebih enak lagi ada mbak ikan kerapu harganya terjangkau dan alhamdulillah masih segar saya tadi nangkap dapat banyak ”
“Bandeng sekilonya berapa ?”
“Bandeng 12 ribu per kilo mbak”
“Tenggiri tadi berapa sekilo?”
“Nah kalo yang tenggiri 23 ribu per kilo mbak”
“Bawal berapaan?”
“Ikan bawalnya 25 ribu an mbak”
“Ada udang sama cumi nggak ?”
“O iya mbak ini ada .. sebentar saya angkat kesini dulu embernya. Ini mbak, ini cumi-cumi dan ini udangnya. Besar-besar kan mbak ? Harganya murah kok mbak kalo dibanding pedangang lainnya. Saya saja cuma dapet untung 2 ribu sampai 5 ribu doang.”
“Ya sudah mas saya mau pulang dulu, sudah hampir siang. Permisi.”
Setelah bertanya-tanya sebanyak itu wanita cantik tersebut pergi tanpa menoleh lagi sedikit pun. Merapi hanya bisa berdoa agar tetap diberi kesabaran dalam berjualan. Pagi itu tidak seperti biasanya dagangan Merapi belum habis. Baru pertama kalinya ia mendapat uang hanya seperempat dari pendapatan biasannya. Tapi Merapi tetap bersyukur dan pulang ke rumah membawa bungkusan nasi dengan wajah sumringah. Kakeknya duduk di depan teras menunggunya pulang dari pasar.



***
Pagi ini hasil tangkapan Merapi tidaklah banyak seperti biasanya. Merapi bersiap-siap ke pasar untuk menjual ikan-ikan tersebut dengan bantuan Mbah Marijan. Tiba-tiba beberapa kereta kuda mewah berhenti di depan rumahnya. Ia heran, bagaimana bisa kereta kuda semewah itu masuk ke dalam desanya yang sempit dan buruk seperti itu? Tidak lama kemudian dua orang pengawal berbadan kekar membukakan tirai kereta kuda tersebut. betapa kagetnya Merapi bahwa orang yang turun dari mobil tersebut adalah seorang wanita cantik yang menawar ikan-ikannya kemarin dan terrnyata tidak betniat membelinya. Tapi ada seorang tua di sebelahnya apakah itu ayahnya? Sepertinya dia sedang tidak sehat.
"Assalamualaikum"
"Wa..waalaikumsalam warrahmatulllahi wabarakatuh. Eh ini bukannya mbak yang kemarin hendak membeli ikan tapi tdak jadi ya? Mari pak, mbak, silahkan masuk ke gubuk kami."
"Oh tidak usah repot-repot, cukup disini saja kok nak"
"Haduh pak maaf saya belum berangkat ke pasar, ini masih siap-siap. Bapak mau beli ikan apa pak? Sebentar biar salah pilihkan yang besar-besar."
"Oh tidak nak, tujuan kami kemari tidak untuk membeli ikan. Aku Raja Agung, raja dari kerajaan seberang desa ini. Sedangkan ini putriku, namanya Rinjani. Aku berkunjung kemari berniat untuk menawarkan sesuatu kepadamu. Jadi kemarin putri sematawayangku, Putri Rinjani, menyamar menjadi orang biasa penduduk desa ini dengan tujuan untuk mecari orang yang dirasa pantas menjadi pendamping hidupnya kelak. Padahal banyak sekali saudagar kaya, para bangsawan bahkan putra mahkota yang ingin sekali melamarnya. Tetapi ia tidak mau, ia menolak semua tawaran dari mereka, dan lebih memilih untuk menikah dengan pilihannya sendiri. Setelah pulang dari pasar kemarin dia kembali ke kerajaan dengan wajah sumringah. Lalu dia bercerita banyak tentangmu. Dia menyuruh beberapa pengawal untuk mencari seluk beluk keluargamu serta apapun tentangmu. Dia sangat mengagumi kesabaranmu atas perlakuanmu kemarin. Dia juga merasa bahwa kamu pantas untuk menjadi suaminya. Jadi aku kemari untuk menawarkan apakah kamu mau menjadi suami dari putriku? Aku tidak memaksa kamu menerima tawaranku, tapi sebelum kamu menolak pikirkan dulu matang-matang."
"Maafkan saya sebelumnya Yang Mulia, sebenarnya sebelumnya saya juga sering memperhatikan Putri Rinjani saat di pasar. Ingin sekali saya berbincang-bincang atau sekedar menyapanya. Saat pertama kami berbincang-bincang, dia membuat saya memikirkan beribu pertanyaan yang ingin saya ajukan kepadanya. Tapi saya tidak bisa melakukan itu, saya malu dan saya pun sadar, saya hanya seorang buruh tani serta pemuda penjual ikan yang miskin. Saya merasa tidak pantas untuk banyak bercakap dengan wanita secantik Putri Rinjani, dan saya hanya dapat mengaguminya dalam diam. Hingga keajaiban hari ini pun datang, saya sangat senang, saya sangat bahagia sekali terhadap tawaran Yang Mulia, dengan senang hati saya menerima tawaran Anda."
"Aku sangat lega dan sangat senang sekali kamu menerima tawaranku, sekarang bersiaplah nak, kamu dan kakemu akan ikut bersamaku ke desa seberang. Pernikahan kalian akan dilaksanakan besok, lebih cepat lebih baik bukan?"
"Baiklah Yang Mulia saya akan bersiap-siap."
Merapi dan mbah Marijan pun bersiap untuk ikut Raja Agung ke desa seberang. Perikahan mereka pun digelar secara besar-besaran layaknya pernikahan dalam dongeng. Merapi berdiri dengan gagahnya mengenakan baju mewah berwarna hitam dengan corak gold. Sementara disebelahnya berdiri wanita cantik calon istrinya memakai gaun anggun berwarna gold bercorak perak. Terlihat kedua mempelai sedang bersalaman dengan para tamu undangan. Para tamu undangan yang terdiri dari para keluarga kerajaan luar pulau dan para bangsawan-bangsawan ikut berbahagia melihat keduanya. Pada hari itu juga Merapi dinobatkan menjadi Pangeran di istana kerajaan.
Beberapa bulan setelah pernikahan, Raja Agung menghembuskan nafas terakhirnya. Penyakit yang dideritanya sudah sangat akut. Tabib kerajaan pun tidak ada yang mampu mengobatinya. Pada saat itu pula sang Raja mewariskan seluruh hartanya kepada Merapi, serta menjadikan Merapi sebagai Raja di kerajaan tersebut.


***


"Dinda, sudah lama menikah kita belum mendapatkan seorang anak pun. Bagaimana ini? Apakah memang kita ditakdirkan untuk tidak memiliki seorang anak? Betapa malangnya nasib kita, hidup dengan banyak sekali harta tetapi tidak memiliki keturunan."
"Sudahlah Kanda, jangan kau sesali semua ini. Ini semua rencana Tuhan, ini semua skenario Tuhan. Jangan mengeluh seperti itu, lebih baik jalani dulu saja kehidupan kita yang seperti ini. Mungkin belum saatnya Tuhan memberi kepercayaan kepada kita untuk mengasuh anak. Mungkin aku yang tidak dapat memberimu keturunan, kalau kau benar-benar menginginkan seorang anak, silahkan engkau menikah dengan wanita lain. Sungguh aku tak apa, aku rela, demi kebahagiaanmu juga. Aku tidak melarangnya Kanda."
"Tapi Rinjani, ini hampir sembilan tahun pernikahan kita, dan kita belum memiliki anak. Apa kata rakyatku nanti? Bagaimana pula nasib takhta kerajaan ini? Siapa yang akan memimpin kerajaan ini setelah aku meninggal nanti? Tidak Dinda!! Apa yang kau pikirkan? Apa yang kau katakan? Aku benar-benar mencintaimu. Hanya engkau seorang yang aku cintai. Aku tidak akan berpaling hanya karena masalah seperti ini. Besok aku akan pergi bertapa ke Gunung Sleman. Tolong kamu jaga kerajaan ini, aku berjanji akan segera kembali. Ini untukmu, untukku, dan untuk kebahagiaan kita."
"Kanda apakah kamu serius dengan keputusanmu? Aku tidak tau akan seperti apa nasibku nanti jika kau tinggalkan. Akankah kau meninggalkanku di kerajaan ini selama bertahun-tahun Kanda? Jangankan bertahun-tahun, satu menit tidak melihatmu pun aku merasa susah bernafas. Tolong kau pikirkan lagi keputusanmu ini."
"Aku berjanji akan segera kembali dan hidup bahagia bersamamu serta anak-anak kita selamanya. Jangan terlalu mengkhawatirkanku Dinda. Aku akan baik-baik saja, percayalah. Sekarang tolong perintahkan pengawal untuk menyiapkan kudaku. Perintahkan tabib untuk membuat ramuan obat untukku. Kemudian perintahkan para dayang istana untuk mempersiapkan perlengkapanku untuk bertapa besok."
"Baiklah Kanda."
Rinjani pun segera melaksanakan perintah dari suaminya itu walaupun dengan berat hati. Ia berusaha tegar walaupun sebenarnya dia sangatlah takut untuk jauh dari Raja Merapi. Tapi apalah dayanya, keputusan Raja Merapi pun sudah bulat, ia takkan bisa mengubah keputusan yang telah dibuat suaminya.


***


Persiapan Raja Merapi untuk bertapa pun sudah lengkap. Ia mengajak kakeknya yang sudah sangat tua itu pergi bertapa. Sebenarnya ia tidak berniat untuk mengajaknya, tetapi mbah Marijan sangatlah antusias untuk ikut bertapa cucunya itu.
"Rinjani istriku tersayang, aku akan berangkat bertapa sekarang. Tolong jaga kesehatanmu dan jaga kerajaan ini serta rakyatku. Aku berjanji akan segera pulang. Aku akan menyuruh mbah Marijan untuk menuliskan surat untukmu seminggu sekali."
"Jangan khawatirkan aku wahai Rajaku, suamiku tersayang, khawatirkan kesehatanmu, aku akan baik-baik saja disini. Aku berjanji untuk menjaga kerajaan ini hingga kau pulang nanti. Aku akan selalu merindukanmu. Jaga kesehatanmu Kanda."
Raja beserta rombongan pun berangkat ke Gunung Sleman setelah berpamitan kepada Ratu Rinjani. Walaupun dengan berat hati dan perasaan resah, Ratu Rinjani tetap berusaha menunjukkan senyumnya didepan sang Raja. Dengan semangat Merapi yang berapi-api, ia dengan cepatnya memacu kudanya menuju tempat bertapa.


***


Setelah berhari-hari berkuda, sampailah mereka di lereng Gunung Sleman. Ada suatu goa di lereng Gunung Sleman yang biasa digunakan untuk bertapa, dan disitulah Raja Merapi akan bertapa.
"Mbah, saya akan mulai bertapa malam ini. Saya minta tolong kepada Mbah, tolong tuliskan surat untuk Rinjani, kabarkan bahsa kami sudah sampai di lereng Gunung Sleman. Selama seminggu sekali tolong Mbah tuliskan surat untuk Rinjani yang berisikan bahwa keadaan saya baik-baik saja. Perintahkan pengawal mengirimkan suratmya ke kerajaan. Aku tidak ingin istriku menjadi khawatir."
“Iya, akan ku tuliskan surat istrimu. Jangan terlalu mengkhawatirkan istrimu, fokuslah bertapa. Aku yakin istrimu akan baik-baik saja.”
Raja Merapi pun mulai bertapa selama berbulan-bulan. Suatu ketika dia bangun dengan sangat kaget dan berlari mencari mbah Marijan.
“Mbah..Mbah!!”
“Ada apa? Ada apa? Mengapa setelah bangun dari bertapa kau kaget dan terlihat ketakutan seperti itu?”
“Aku diberi petunjuk dalam bertapaku oleh penguasa Gunung Sleman ini Mbah. Dia berkata kepadaku bahwa aku akan mendapatkan anak jika aku bersedia mengorbankan nyawa salah satu dari aku dan Rinjani. Aku takut Mbah, aku tidak ingin Rinjani menjadi korban. Biar aku saja, biarkan aku sajaaa!! Tapi aku juga tidak ingin meninggalkan Rinjani sendiri Mbah. Aku sudah berjanji padanya untuk segera pulang. Bagaimana ini Mbah?”
“Jika itu syarat yang diminta penguasa gunung, harus berkata apa lagi? Semua tergantung padamu. Jika kamu ingin istrimu mendapatkan anak, maka kamu harus bersedia mengorbankan nyawamu. Jika tidak, lebih baik kita pulang saja ke kerajaan dan lupakan keinginanmu untuk memiliki anak.”
“Baiklah Mbak, akan ku pikirkan lagi. Sangatlah sulit untuk mengambil keputusan dalam masalah seperti ini.”
Setelah beberapa hari Raja berdiam diri di dalam goa, dia pun keluar untuk menemui Mbah Marijan untuk memberitahu keputusannya.
“Mbak, mungkin ini keputusan terbaik. Aku akan mengorbankan diriku untuk kebahagiaan istriku. Aku ikhlas mengorbankan nyawaku agar istriku bahagia bersama anak-anakku kelak.”
“Tidak salahkah kau mengambil keputusan ini cucuku? Pikirkan lagi.”
“Sudahlah Mbah, aku yakin ini yang terbaik. Tolong Mbah jangan biarkan isrtiku tahu bahwa aku telah mengorbankan diriku untuknya. Jangan sampai berita kematianku sampai ke kerajaan. Aku sungguh tidak ingin istriku merasa sedih.”
“Baiklah jika itu sudah menjadi keputusanmu, aku berjanji akan menjaga rahasia ini.”
Hari itu juga Raja Merapi mengorbankan dirinya dengan jatuh ke dalam lahar panas Gunung Sleman. Berita kematian sang Raja sempat terdengar oleh warga sekitar. Mbah Marijan membangun sebuah gubuk kecil di lereng Gunung Sleman untuk bertahan hidup menghabiskan sisa hidupnya. Gunung Sleman pun telah diubah namanya menjadi Gunung Merapi oleh warga sekitar. Berita kematian Raja Merapi akhirnya terdengar sampai ke kerajaan setelah sembilan bulan lebih tujuh belas hari kematian sang Raja. Ratu Rinjani yang saat itu baru usai melahirkan betapa histerisnya setelah mendengar berita tersebut. Dia menangis sejadi-jadinya sangat terpukul ketika mendengar berita tersebut. Selama bebrapa bulan ia mengurung dirinya di kamar, ia mengalami stress karena berita tersebut.
Ratu Rinjani kini hanya hidup bersama tiga orang anak kembarnya yaitu Semeru, Raung, dan Ijen. Semeru putra sulungnya yang sangat pemberani, Raung putra keduanya yang berwajah tampan dan memiliki intelektual tinggi, dan Ijen putrinya yang sangat cantik jelita serta lemah lembut sepertinya. Sekarang dia hanya dapat menatap ketiga anaknya penuh kasih sayang serta kerinduan yang mendalam terhadap sang suami. Mungkin jika tahu seperti ini ia tidak akan membiarkan suaminya pergi bertapa. Tapi apalah daya Rinjani, mungkin inilah yang dinamakan takdir. Walaupun begitu, kasih sayang yang diberikan Rinjani kepada anak-anaknya sangatlah besar. Akhirnya mereka hidup berbahagia walaupun dibalik kebahagiaan itu ada luka dan duka yang mendalam di hati Rinjani.



0 komentar:

Posting Komentar

Jika ada yang kurang jelas atau terjadi kesalahan dalam artikel di atas, tolong beri tahu kami dengan berkomentar. Mohon berkomentar dengan santun dan mengedepankan akhlak mulia. Terima Kasih.