Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah
bertambahnya tinggi atau berat suatu organisme. Pertambahan tinggi maupun berat
organisme merupakan bertambahnya ukuran sel atau bertambahnya jumlah sel. Dalam
dunia mikroba pertumbuhan diartikan sebagai bertambahnya jumlah sel. Hal ini karena
mikroba sebagian besar adalah organisme bersel tunggal. Sehingga difinisi
pertambahan tinggi maupun berat organisme tidak berlaku lagi. Mikroba
memperbanyak diri melalui pembelahan sel maupun reproduksi seksual. Reproduksi
seksual hanya dijumpai pada mikroba bersel banyak seperti jamur.
Pembelahan Sel
Terdapat 2 jenis
pembelahan sel yaitu pembelahan biner dan pertunasan (budding). Pembelahan
biner adalah pembelahan yang menghasilkan 2 sel sama besar, sedangkan
pertunasan adalah pembelahan yang menghasilkan 2 sel yang tidak sama besar (sel
yang besar disebut induk dan sel yang kecil disebut anak). Pada jamur terdapat
suatu deviasi dari pembelahan biner yang disebut pembelahan filamentus.
Pembelahan atau pertumbuhan filamentus adalah pembelahan sel filamen (sel
tubulus dan panjang), di mana hasil pembelahan tidak terpisah melainkan tetap
menjadi suatu bagian utuh organisme tersebut. Hal ini masuk akal karena jamur
merupakan mikroba bersel banyak. Pada bagian ini pembelahan sel yang dipelajari
adalah pembelahan biner. Hal ini karena bakteri sebagian besar melakukan
pembelahan biner dalam pertumbuhannya.
Pembelahan (Biner) Sel
Pada pembelahan (biner)
sel akan memperbesar ukurannya mencapai ukuran ideal untuk pembelahan sel.
Selama proses pertambahan ukuran sel terdapat beberapa kejadian di dalam sel
termasuk replikasi kromosom dan sintesis dinding sel untuk perpanjangan sel.
Pada dasarnya pembelahan sel dimulai setelah pembelahan kromosom. Namun
pembelahan sel dapat dimulai tanpa menunggu selesainya pembelahan kromosom.
Lokasi pembelahan pada dinding sel bukan di sembarang tempat. Hal ini
ditunjukkan oleh adanya mesosom yang berindikasi pada lokasi atau tempat
pembelahan berlangsung. Pembelahan biner
sel bakteri Staphylococcus aureus. Pada bakteri Enterococcus hirae pembelahan
sel dimulai dari pembelahan kromosom (replikasi). Dua pita DNA pada kromosom
bakteri mengalami pemutusan ikatan pada lokasi yang disebut origin of
replication. Dengan putusnya ikatan antarbasa mengakibatkan enzim polimerase
bekerja menyintesis pasangan baru untuk masing-masing pita DNA. Selama proses
replikasi dinding sel bakteri E. hirae mempersiapkan diri untuk pembelahan
dinding sel. Secara kronologis pembelahan dinding sel pada E. hirae adalah
sebagai berikut. Terjadi penetrasi sentripetal dinding sel dari 2 arah
berlawanan pada pita dinding sel (pita ekuatorial), sehingga menghasilkan celah
atau noktah dinding sel 2 pita dinding sel yang terpisah. Penetrasi noktah
dinding sel ke arah dalam (70-80 nm) diikuti sintesis dinding sel baru. Pita
dinding sel terbelah menjadi 2 dinding sel anakan (sebagian). Penetrasi noktah
dinding sel (diikuti sintesis dinding sel baru) semakin ke dalam sehingga 2
noktah dinding sel bertemu. Ketika 2 noktah dinding sel bertemu, dinding sel
memisah, terjadi pembelahan sel sempurna.
Pertumbuhan
Mikroba
Pertumbuhan dapat
didefinisikan sebagai pertambahan jumlah atau volume serta ukuran sel. Pada
organisme prokariot seperti bakteri, pertumbuhan merupakan pertambahan volume
dan ukuran sel dan juga sebagai pertambahan jumlah sel. Pertumbuhan sel bakteri
biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu berupa kurva pertumbuhan
sigmoid. Perubahan kemiringan pada kurva tersebut menunjukkan transisi dari
satu fase perkembangan ke fase lainnya. Nilai logaritmik jumlah sel biasanya
lebih sering dipetakan daripada nilai aritmatik. Logaritma dengan dasar 2
sering digunakan, karena setiap unit pada ordinat menampilkan suatu
kelipatan-dua dari populasi.
Kurva pertumbuhan
mikroba Suatu bakteri yang dimasukkan ke dalam medium baru yang sesuai
akan tumbuh memperbanyak diri. Jika pada
waktu-waktu tertentu jumlah bakteri dihitung dan dibuat grafik hubungan antara
jumlah bakteri dengan waktu maka akan diperoleh suatu grafik atau kurva
pertumbuhan. Hubungan antara jumlah sel dengan waktu pertumbuhan dapat
dinyatakan dalam Kurva Pertumbuhan Pertumbuhan populasi mikroba dibedakan
menjadi dua yaitu biakan sistem tertutup (batch culture) dan biakan sistem
terbuka (continous culture).
a. Biakan sistem tertutup (batch culture) Pada
biakan sistem tertutup, pengamatan jumlah sel dalam waktu yang cukup lama akan
memberikan gambaran berdasarkan kurva pertumbuhan bahwa terdapat fase-fase
pertumbuhan. Kurva pertumbuhan bakteri dapat dipisahkan menjadi empat fase utama
: fase lag (fase lamban atau lag phase), fase pertumbuhan eksponensial (fase
pertumbuhan cepat atau log phase), fase stationer (fase statis atau stationary
phase) dan fase penurunan populasi (decline). Fase-fase tersebut mencerminkan
keadaan bakteri dalam kultur pada waktu tertentu. Di antara setiap fase
terdapat suatu periode peralihan dimana waktu dapat berlalu sebelum semua sel
memasuki fase yang baru.
1) Fase Adaptasi atau fase lag (fase lamban
atau lag phase)
Ketika sel dalam fase
statis dipindahkan ke media baru, sel akan melakukan proses adaptasi. Proses
adaptasi tersebut meliputi sintesis enzim baru yang sesuai dengan medianya dan
pemulihan terhadap metabolit yang bersifat toksik (misalnya asam, alkohol, dan
basa) pada waktu di media lama. Pada fase adaptasi tidak dijumpai pertambahan
jumlah sel. Akan tetapi, terjadi pertambahan volume sel, karena pada fase
statis biasanya sel melakukan pengecilan ukuran sel. Akan tetapi, fase adaptasi
dapat dihindari (langsung ke fase perbanyakan), jika sel di media lama dalam
kondisi fase perbanyakan dan dipindah ke media baru yang sama komposisinya
dengan media lama.
FASE LAG. Setelah
inokulasi, terjadi peningkatan ukuran sel, mulai pada waktu sel tidak atau
sedikit mengalami pembelahan. Fase ini, ditandai dengan peningkatan komponen
makromolekul, aktivitas metabolik, dan kerentanan terhadap zat kimia dan faktor
fisik. Fase lag merupakan suatu periode penyesuaian yang sangat penting untuk
penambahan metabolit pada kelompok sel, menuju tingkat yang setaraf dengan sintesis
sel maksimum.
2) Fase Perbanyakan
Setelah sel memperoleh
kondisi ideal dalam pertumbuhannya, sel melakukan pembelahan. Karena pembelahan
sel merupakan persamaan eksponensial, maka fase tersebut disebut fase eksponensial.
Pada fase perbanyakan jumlah sel meningkat sampai pada batas tertentu (tidak
terdapat pertambahan bersih jumlah sel), sehingga memasuki fase statis.
Pada fase perbanyakan sel melakukan konsumsi nutrien dan proses
fisiologis lainnya. Pada fase ini produk senyawa yang diinginkan oleh manusia
terbentuk, karena senyawa tersebut merupakan senyawa yang disekresi oleh sel
bakteri. Beberapa senyawa yang diinginkan pada fase perbanyakan adalah etanol,
asam laktat dan asam organik lainnya, asam amino, asam lemak, dan lainnya.
FASE LOG/PERTUMBUHAN
EKSPONENSIAL. Pada fase eksponensial atau logaritmik, sel berada dalam keadaan
pertumbuhan yang seimbang. Selama fase ini, masa dan volume sel meningkat oleh
faktor yang sama dalam arti rata-rata komposisi sel dan konsentrasi relatif
metabolit tetap konstan. Selama periode ini pertumbuhan seimbang, kecepatan
peningkatan dapat diekspresikan dengan fungsi eksponensial alami. Sel membelah
dengan kecepatan konstan yang ditentukan oleh sifat intrinsik bakteri dan
kondisi lingkungan. Dalam hal ini terdapat keragaman kecepatan pertumban
berbagai mikroorganisme. Waktu lipat dua untuk E. coli dalam kultur kaldu pada
suhu 37oC, sekitar 20 menit, sedangkan waktu lipat dua minimal sel mamalia
sekitar 10 jam pada temperatur yang sama
3) Fase Statis
Alasan bakteri tidak
melakukan pembelahan sel pada fase statis bermacam-macam. Beberapa alasan yang
dapat dikemukaan adalah nutrien habis, akumulasi metabolit toksik (misalnya
alkohol, asam, dan basa), penurunan kadar oksigen, dan penurunan nilai aw
(ketersediaan air). Untuk kasus kedua dijumpai pada fermentasi alkohol dan asam
laktat, untuk kasus ketiga dijumpai pada bakteri aerob, dan untuk kasus keempat
dijumpai pada fungi. Pada fase statis biasanya sel melakukan adaptasi terhadap
kondisi yang kurang menguntungkan. Adaptasi itu dapat menghasilkan senyawa yang
diinginkan manusia misalnya antibiotika dan antioksidan.
FASE STASIONER. Pada
saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi produk limbah, kekurangan
nutrien, perubahan pH, dan faktor lain yang tidak diketahui akan mendesak dan
mengganggu biakan, mengakibatkan penurunan kecepatan pertumbuhan. Selama fase
ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk periode yang berbeda, bergantung
pada bakteri, tetapi akhirnya menuju periode penurunan populasi. Dalam beberapa
kasus, sel yang terdapat dalam suatu biakan yang populasi selnya tidak tumbuh
dapat memanjang, membengkak secara abnormal, atau mengalami penyimpangan, suatu
manifestasi pertumbuhan yang tidak seimbang.
4) Fase Kematian
Penyebab utama kematian
adalah autolisis sel dan penurunan energi seluler. Beberapa bakteri hanya mampu
bertahan beberapa jam selama fase statis dan akhirnya masuk ke fase kematian,
sedangkan ada bakteri yang mampu bertahan sampai harian bahkan mingguan pada
fase statis dan akhirnya masuk ke fase kematian. Beberapa bakteri bahkan mampu
bertahan sampai puluhan tahun sebelum mati dengan mengubah sel menjadi spora.
FASE PENURUNAN POPULASI
ATAU FASE KEMATIAN. Pada saat medium kehabisan nutrien maka populasi bakteri
akan menurun jumlahnya, Pada saat ini jumlah sel yang mati lebih banyak
daripada sel yang hidup.
Pertumbuhan Diauxic
Pertumbuhan diauxic
terjadi ketika bakteri dihadapkan pada dua sumber karbon yang berbeda dan mampu
menggunakan kedua sumber karbon tersebut. Misalnya E. coli ditumbuhkan pada
media yang mengandung glukosa dan laktosa. E. coli memanfaatkan glukosa, karena
sel telah memiliki enzim pendegradasi glukosa (enzim struktural). Glukosa
sendiri menghambat sintesis enzim pemecah laktosa. Ketika glukosa habis, sel
masuk fase statis dan menyintesis enzim yang mampu menghidrolisis laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa. Ketika glukosa tersedia di media, sel memasuki
fase perbanyakan kembali.
Rhizobium juga
menunjukkan pertumbuhan diauxic ketika pada media diintroduksi 2 sumber karbon,
yaitu suksinat dan glukosa. Rhizobium memanfaatkan suksinat dulu, kemudian
glukosa. Mengapa Rhizobium lebih memanfaatkan suksinat bukan glukosa? Hal ini
karena Rhizobium merupakan bakteri simbion. Secara alami bakteri simbion
biasanya memerlukan triosa atau tetrosa yang dihasilkan dari siklus asam sitrat
(Krebs) yang dihasilkan oleh inangnya daripada heksosa.
a.
Biakan Sistem Terbuka (Continuous
culture) dalam Khemostat
Di dalam sistem ini,
sel dapat dipertahankan terus menerus pada fase pertumbuhan eksponensial atau
fase pertumbuhan logaritma. Continuous
culture mempunyai ciri ukuran populasi dan kecepatan pertumbuhan dapat diatur
pada nilai konstan menggunakan khemostat. Untuk mengatur proses di dalam
khemostat, diatur kecepatan aliran medium dan kadar substrat (nutrien
pembatas). Sebagai nutrien pembatas dapat menggunakan sumber C (karbon), sumber
N atau faktor tumbuh.
Pada sistem ini , ada
aliran keluar untuk mempertahankan volume biakan dalam khemostat sehingga tetap
konstan (misal V ml). Jika aliran masuk ke dalam tabung biakan adalah W ml/jam,
maka kecepatan pengenceran kultur adalah D = W/V per jam. D disebut sebagai
kecepatan pengenceran (dilution rate). Populasi sel dalam tabung biakan
dipengaruhi oleh peningkatan populasi sebagai hasil pertumbuhan dan pengenceran
kadar sel sebagai akibat penambahan medium baru dan pelimpahan aliran keluar
tabung biakan. Kecepatan pertumbuhannya dirumuskan sebagai berikut: dX/dt = μ X
– DX = (μ - D) X. Pada keadaan mantap (steady state), maka μ = D, sehingga dX/dt
= 0. Dengan sistem ini sel seolah-olah dibuat dalam keadaan setengah kelaparan,
dengan nutreian pembatas. Kadar nutrien yang rendah menyebabkan kecepatan
pertumbuhan berbanding lurus dengan kadar nutrien atau substrat tersebut,
sehingga kecepatan pertumbuhan adalah sebagai fungsi konsentrasi nutrien,
dengan persamaan: μ = μmax S / (Ks + S) μmax: kecepatan pertumbuhan pada
keadaan nutrien berlebihan S :
konstante nutrien Ks : konstante pada
konsentrasi nutrien saat μ = ½ μmax 1.
Cara menghitung pertumbuhan
mikroba
Pertumbuhan pada
mikroba,contohnya bakteri didefinisikan dengan pertambahan berat sel. Karena
berat sel relatif sama, maka pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai
pertambahan jumlah sel. Terdapat berbagai metode dalam mengukur pertumbuhan sel
bakteri. Perhitungan sel bakteri terdiri atas 2 cara, yaitu perhitungan
langsung dan tidak langsung. Perhitungan langsung meliputi metode turbidimetri,
total count, dan berat kering. Perhitungan tidak langsung yaitu viable count.
a)
Metode Turbidimetri
Secara rutin jumlah sel
bakteri dapat dihitung dengan cara mengetahui kekeruhan (turbiditas) kultur.
Semakin keruh suatu kultur, semakin banyak jumlah selnya. Prinsip dasar metode
turbidimetri adalah, jika cahaya mengenai sel, maka sebagian cahaya diserap dan
sebagian cahaya diteruskan. Jumlah cahaya yang diserap proposional (berbanding
lurus) dengan jumlah sel bakteri. Atau jumlah cahaya yang diteruskan berbanding
terbalik dengan jumlah sel bakteri. Semakin banyak jumlah sel, semakin sedikit
cahaya yang diteruskan. Lebar wadah atau kuvet. Jika dikali log10, maka log
I/I0 = -xl. Karena log I/I0 = OD=absorbansi cahaya, maka diperoleh
persamaan OD=A= xl. Metode ini mempunyai
kelemahan, yaitu tidak dapat membedakan antara sel mati dan sel hidup.
b)
Metode Total Count
Total count memerlukan
mikroskop dan wadah yang diketahui volumenya. Jika setetes kultur dimasukkan ke
dalam wadah (misalnya hemasitometer) yang telah diketahui volumenya, maka
jumlah sel dapat dihitung. Akan tetapi, cara ini memiliki keterbatasan, yaitu
tidak dapat membedakan sel hidup dan mati dan tidak dapat digunakanpada jumlah
sel yang sangat sedikit (kurang dari 106 sel/ml). Metode yang lebih memuaskan
dalam mengukur jumlah sel adalah Elektronic Total Count. Jika medan listrik
mengenai sel hidup, maka timbul kejutan listrik. Akan tetapi, jika medan
listrik mengenai sel mati, maka tidak timbul kejutan listrik. Semakin banyak
kejutan listrik, semakin banyak pula jumlah sel yang hidup.
c)
Metode Berat Kering
Cara yang paling cepat
mengukur jumlah sel adalah metode berat kering. Metode ini relatif mudah
dilakukan, yaitu kultur disaring atau disentrifugasi, kemudian bagian yang
tersaring atau yang mengendap hasil sentrifugasi dikeringkan. Pada metode ini
juga tidak dapat membedakan sel yang hidup dan yang mati. Akan tetapi,
keterbatasan itu tidak menutup manfaat metode ini dalam hal mengukur efisiensi
fermentasi, karena pertumbuhan diukur dengan satuan berat, sehingga dapat
diperhitungkan dengan parameter konsumsi substrat dan produksi senyawa yang
diinginkan.
d) Metode Viable Count Metode viable count
sering disebut dengan metode total plate count. Kultur diencerkan sampai batas
yang diinginkan. Kultur encer ditumbuhkan kembali pada media, sehingga
diharapkan setiap sel tumbuh menjadi 1 koloni beberapa saat berikutnya biasanya
12-4 jam. Akan tetapi, cara ini memiliki keterbatasan, yaitu jumlah sel
terhitung biasanya lebih kecil dari sebenarnya (kemungkinan besar 1 koloni
dapat berasal dari lebih dari 2 sel) dan tidakdapat diaplikasikan pada bakteri
yang tumbuh lambat. Pada metode ini yang perlu diperhatikan adalah jumlah sel
bakteri harus mendekati kelipatan 10 pada setiap pengencerannya. Jika tidak,
maka perhitungan dianggap gagal. Misalnya cawan yang dapat dihitung jumlah
selnya adalah yang mempunyai jumlah sel sekitar 2-4 untuk sampel pengenceran
(10-x), 20-40 untuk sampel pengenceran (10-(x+1)), dan 200-400 untuk sampel
pengenceran (10-(x+2)).
0 komentar:
Posting Komentar
Jika ada yang kurang jelas atau terjadi kesalahan dalam artikel di atas, tolong beri tahu kami dengan berkomentar. Mohon berkomentar dengan santun dan mengedepankan akhlak mulia. Terima Kasih.