Essay Rokok





Perang Melawan Rokok

Di era global seperti saat ini, kita sudah tidak asing dengan fenomena generasi muda yang merokok. Jika dulu, merokok hanya terbatas pada kalangan dewasa saja, saat ini merokok sudah tidak memandang usia apalagi jenis kelamin. Bahkan saat ini usia anak-anak pun telah merokok. Terdapat 3,9 juta anak berusia 10-14 tahun yang menjadi perokok aktif di Indonesia. Terjadi peningkatan tajam pada umur 10-14 tahun sebesar 80% dalam kurun 9 tahun (2001-2010). Bahkan, lebih dari 30% anak Indonesia telah mengisap rokok sebelum usia 10 tahun.
Kita sudah mengerti akan dampak-dampak yang ditimbulkan ketika sudah menjadi perokok. Seperti peringatan “Merokok membunuhmu”. Ya, rokok akan membunuhmu. Perokok beresiko terserang berbagai macam penyakit, boleh jadi penyakit itu tidak dirasakan pada masa muda, namun hal itu akan terjadi ketika masa tua telah menimpa mereka. Banyak sekali orang-orang yang telah mengetahui akibat merokok, namun mereka tetap saja merokok. Karena ketika kita telah menjadi pecandu rokok, kita akan sulit lepas dari barang ini, seperti halnya dengan narkoba.

Penyebab merokok
Banyak penelitian yang membuktikan bahwa alasan para remaja merokok terutama adalah pengaruh atau dorongan teman. Adapun alasan lain adalah ada orang serumah yang merokok (seperti orang tua, saudara, paman, atau kakek) sehingga  mereka mengikuti kebiasaan orang tua. Banyak alasan lain seperti menghilangkan kesepian atau stres, agar diakui atau kelihatan dewasa dan mengikuti idola atau tokoh panutan. Selain itu, ada alasan lain yang berperan untuk mempengaruhi remaja untuk merokok yaitu anggapan yang keliru bahwa merokok merupakan hal yang “biasa-biasa saja” atau normal sehingga kalau ada orang yang merokok di sekitarnya bukan merupakan sesuatu yang membahayakan atau mengganggu dirinya.
Generasi muda yang berumur di bawah 19 tahun saat ini menjadi sasaran utama pemasaran industri rokok. Hal ini dikhawatirkan bisa mengancam masa depan bangsa Indonesia. Industri rokok menjadikan anak muda sebagai target karena merekalah investasi jangka panjang bagi indutri rokok. Semakin muda usia seorang perokok, maka akan membawa keuntungan besar bagi perusahaan rokok.
Berdasarkan Global Youth Tobacco Survey 2009, di Indonesia lebih dari 80 persen anak usia 13-15 tahun terpapar iklan rokok di televisi, iklan luar ruang, koran, dan majalah. Meski iklan rokok dibatasi, iklan produk tembakau itu muncul dalam bentuk lain. Contohnya, industri rokok menjadi sponsor kegiatan anak muda, seperti festival musik, olahraga, budaya, dan aksi sosial.
Tidaklah mudah menghilangkan rokok dari negara kita selama pemerintah dan ulama tidak memiliki kepedulian yang sangat besar terhadap kesehatan. Ditambah lagi dengan kurangnya peran serta masyarakat nonperokok dalam memberantas rokok, membuat oknum pemerintah dan oknum pengusaha rokok gencar menebarkan pengaruh negatifnya kepada masyarakat luas.  Sekali menjadi perokok aktif, perusahaan rokok akan mendulang untung besar karena seorang perokok bisa membeli dan menghabiskan beberapa bungkus rokok dalam satu hari. 
Sebenarnya banyak hal yang bisa ditempuh untuk menghindarkan generasi muda dari asap rokok, antara lain:
1.      Melakukan gerakan lingkungan sekolah dan sekitarnya bersih dari iklan, promosi, dan sponsorship rokok.
Industri rokok saat ini dengan gencarnya melakukan iklan dan promosi rokok di area sekitar sekolah sebagai tempat aktivitas anak dan remaja setiap harinya. Mengapa hal ini terjadi? Jawabannya hanya satu, karena industri rokok saat ini menargetkan generasi muda untuk menjadi perokok pengganti. Perokok pengganti adalah orang-orang yang diharapkan dapat menjadi calon pelanggan tetap yang membeli rokok agar bisnis industri rokok tetap berjalan.
Menurut Myron E. Johnson ke Wakil Presiden Riset dan Pengembangan Phillip Morris, generasi muda hari ini adalah calon pelanggan tetap hari esok karena mayoritas perokok memulai merokok ketika remaja.
Berdasarkan penelitian lainnya, 70% remaja mengaku mulai merokok karena terpengaruh iklan. 77% mengaku iklan menyebabkan mereka terus merokok. 57% mengatakan iklan mendorong mereka untuk kembali merokok setelah berhenti.
Seperti yang telah kita lihat, selama ini iklan rokok bukan menampakkan sisi seram dari rokok itu sendiri. Akan tetapi mereka menampilkan iklan yang sebaliknya, dengan menggambarkan rokok suatu yang menyenangkan. Iklan rokok membentuk citra positif rokok dengan mengangkat berbagai hal menarik bagi anak dan remaja, seperti popularitas, kedewasaan, dan persahabatan. Hal inilah yang terus menerus mendorong generasi muda Indonesia untuk terus merokok.
2.      Mendukung sekolah sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
KTR (Kawasan Tanpa Rokok) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok. Penetapan KTR merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Tujuan penetapan KTR adalah mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat, aman dan nyaman, memberikan perlindungan bagi masyarakat bukan perokok, menurunkan angka perokok, mencegah perokok pemula dan melindungi generasi muda dari rokok.
Seperti kita tahu, sebagian besar waktu anak dan remaja dihabiskan di sekolah, yakni sekitar 6 jam sehari. Sekolah dan lingkungan sekitarnya seharusnya menjadi kawasan aman dari zat adiksi rokok bagi anak dan remaja. Jika guru atau orang dewasa di lingkungan sekolah saja merokok, maka peluang siswa untuk meniru perbuatan orang dewasa semakin besar. Karena pada dasarnya orang dewasa di lingkungan sekolah adalah role model bagi siswa di sekolah. Merokok yang dicontohkan orang dewasa di area sekolah menyebabkan perilaku merokok di kalangan generasi muda menjadi suatu hal yang biasa atau lumrah yang tidak perlu dikhawatirkan.
Dengan penetapan KTR di sekolah, diharapkan dapat mengurangi maupun meniadakan keinginan remaja untuk merokok maupun menghentikan remaja yang sudah merokok seperti yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional tahun 2014. Karena dengan menciptakan sekolah sebagai Kawasan Tanpa Rokok akan memaksa warga sekolah yang merupakan perokok untuk tidak merokok di kawasan teresebut. Jika kebiasaan tidak merokok ini terus berlangsung, maka lambat laun akan membuat warga sekolah yang merokok menghentikan aktivitas merokoknya.

3.      Membuat Klinik Berhenti Merokok (KBM) di sekolah
Berdasarakan namanya, KBM mempunyai fungsi untuk membantu perokok aktif untuk menghentikan kebiasaan merokoknya. Di KBM ini pasien akan mendapatkan pemeriksaan kesehatan tubuh secara menyeluruh; tes spirometri untuk menilai fungsi paru (ada tidaknya gangguan sistem pernafasan); konseling dengan petugas kesehatan guna mendapatkan panduan tentang tata cara yang benar agar dapat berhenti merokok; serta pembagian obat champix (obat-obatan khusus untuk menekan efek kecanduan rokok) secara gratis.
Dengan adanya KBM di lingkungan sekolah dan dengan beragam fasilitasnya, diharapkan warga sekolah yang merupakan perokok bisa membangun niat yang besar untuk berhenti merokok. Jika niat untuk berhenti merokok sudah ada, maka kemungkinan untuk berhenti merokok makin besar. Karena pada dasarnya, solusi paling tepat untuk berhenti merokok terletak pada niat atau kemauan itu sendiri. Tak ada kata sulit untuk berhenti dari kebiasaan merusak tubuh ini, hanya bergantung pada mau atau tidak mau saja.

4.      Menaikkan cukai rokok hingga batas yang membuat masyarakat enggan untuk membeli rokok
Harga rokok di Indonesia termasuk paling murah di dunia, sehingga tidak heran jumlah perokok pemula di tanah air selalu tumbuh signifikan setiap tahun. Cara lain untuk mengurangi perokok di Indonesia adalah menaikkan cukai rokok hingga batas yang membuat masyarakat enggan untuk membeli rokok. Kenaikan cukai rokok secara siknifikan akan bermanfaat dua hal, yakni meningkatkan pendapatan pemerintah dari sektor cukai. Kedua, sebagai cara untuk pengendalian penggunaan rokok oleh masyarakat, sehingga rokok tidak gampang diakses oleh masyarakat menengah bawah. Terutama oleh kelompok rentan seperti anak-anak, remaja, dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Walaupun tidak akan berhasil 100 persen, namun minimal jumlahnya bisa berkurang perlahan-lahan.

5.      Bekerjasama dengan ulama untuk mengharamkan rokok
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penduduk Muslim atau umat Islam di Indonesia adalah 207.176.162 jiwa dari total penduduk yang berjumlah 237.641.326. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.
Masyarakat Indonesia pada umumnya lebih patuh terhadap perintah ulama daripada perintah hukum. Dan seperti yang kita temui di masyarakat bahwa mayoritas perokok di Indonesia adalah Muslim. Sehingga jalan satu-satunya untuk mengurangi perokok di Indonesia adalah bekerjasama dengan para ulama untuk mengharamkan rokok. Jika ulama sudah mengharamkan rokok, maka umat Islam yang merupakan perokok dan yang meyakini kebenaran perkataan ulama, perlahan-lahan akan berhenti dari kebiasaan merokoknya.
Jadi, yang jelas merokok merupakan kebiasaan yang tidak bermanfaat bahkan merugikan. Karena kebiasaan merokok hanya mengkayakan pengusaha rokok, sementara para penikmatnya justru sedang bersiap-siap panen penyakit dimasa yang akan datang. Selain itu rokok akan merusak generasi penerus bangsa. Harusnya generasi muda saat ini adalah generasi muda berprestasi tanpa asap rokok. Bukan merupakan generasi bobrok karena rokok. Jalan satu-satunya menjadikan bangsa ini sehat dan kuat yaitu menjauhkan generasi muda dari asap rokok.



0 komentar:

Posting Komentar

Jika ada yang kurang jelas atau terjadi kesalahan dalam artikel di atas, tolong beri tahu kami dengan berkomentar. Mohon berkomentar dengan santun dan mengedepankan akhlak mulia. Terima Kasih.