Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Makalah Kerajaan Sriwijaya
LOKASI
KERAJAAN SRIWIJAYA
Kerajaan
Sriwijaya berdiri pada akhir abad ke-7 M. ada 4 versi tentang lokasi kerajaan
Sriwijaya, yakni :
1. Pusat
kerajaan Sriwijaya di Palembang karena banyak di temukan prasasti Sriwijaya dan
adanya sungai Musi yang strategis untuk perdagangan.
2. Letak
Sriwijaya di Minangatamwan yaitu daerah pertemuan sungai Kampar kiri dan Kampar
kanan yang di perkirakandaerah Binanga yaitu terletak di Jambi juga strategis
untuk perdagangan.
3. Sekitar
Aceh
4. Riau,
dengan di temukannya peninggalan kerajaan Sriwijaya yaitu candi Muara Takus.
SUMBER
SEJARAH KERAJAAN SRIWIJAYA
Adapun
sumber sejarah kerajaan Sriwijaya antara lain :
a) Berita
China
Berdasarkan berita dari
China yang di buat pada masa Dinasti Tang disebutkan bahwa di pantai timur
Sumatra selatan telah berdiri sebuah kerajaan yang disebut She-li-fo-she. Nama
kerajan tersebut diidentikkan dengan Sriwijaya. Pendeta Buddha dari China,
I-Tsing juga pernah singgah di Sriwijaya pada tahun 685 M untuk menerjemahkan
kitab suci agama Buddha selama 4 tahun di bawah bimbingan Sakyakirti.
b) Berita
Arab
Berita dari Arab
menyebutkan adanya negara Zabag (disamakan dengan Sriwijaya) seperti dikatakan
oleh Ibh Hordadbeh bahwa raja Zabag banyak menghasilkan emas setiap tahunnya
seberat 206 kg emas. Begitu juga berita dari Alberuni mengatakan Zabag lebih
dekat dengan China daripada India yang dikenal Swarnadipa (pulau emas) karena
banyak menghasilkan emas.
c) Berita
India
Dari Berita India,
dapat diketahui bahwa raja dari Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan
raja-raja dari kerajaan yang ada di India seperti dengan Kerajaan Nalanda, dan
Kerajaan Chola. Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya
mendirikan sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Namun
hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) menjadi retak setelah raja Chola,
yaitu Raja Rajendra Chola, ingin menguasai Selat Malaka.
d) Berita
dalam negeri
Dari
dalam negeri, terdapat sumber sejarah beerupa :
1. Prasasti
Ada
beberapa prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya, antara lain :
a) Prasasti
Kedukan Bukit

b) Prasasti
Telaga Batu
Prasasti itu
menyebutkan tentang kutukan raja terhadap siapa saja yang tidak taat terhadap
Raja Sriwijaya dan juga melakukan tindakan kejahatan.
c) Prasasti
Talang Tuo
Prasasti berangka tahun
684 M itu menyebutkan tentang pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja
Dapunta Hyang.
d) Prasasti
Kota Kapur
Prasasti berangka tahun
686 M itu menyebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya berusaha untuk menaklukan Bumi
Jawa yang tidak setia kepada Kerajaan Sriwijaya. Prasasti tersebut ditemukan di
Pulau Bangka.
e) Prasasti
Karang Berahi
Prasasti berangka tahun
686 M itu ditemukan di daerah pedalaman Jambi, yang menunjukan penguasaan
Sriwijaya atas daerah itu.
f) Prasasti
Ligor
Prasasti berangka tahun
775 M itu menyebutkan tentang ibu kota Ligor dengan tujuan untuk mengawasi
pelayaran perdagangan di Selat Malaka.
g) prasasti
Nalanda
Prasasti itu
menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja terakhir dari Dinasti Syailendra
yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari
Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda
agar mengakui haknya atas Kerajaan Syailendra
2. Arca
atau patung
Ditemukannya arca Buddha di Bukit
Siguntang (sebelah barat Palembang).
3. Candi
Ditemukannya candi Muara Takus
sebagai peninggalan dari kerajaan Sriwijaya.
ASPEK
KEHIDUPAN MASYARAKAT KERAJAAN SRIWIJAYA
1. Aspek
kehidupan politik
Raja-raja yang berhasil
diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya diantaranya sebagai berikut.
a. Raja
Dapunta Hyang
Berita
mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa
pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah berhasil memeperluas wilayak
kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki daerah
Minangatamwan.
Daerah
ini memiliki arti yang sangat strategis dalam bidang perekonomian, karena
daerah ini dekat dengan jalur perhubungan pelayaran perdagangan di Selat
Malaka. Sejak awal pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan
agar Kerajaan Sriwijaya menjadi Kerajaan Maritim.
b. Raja
Balaputra Dewa
Pada
awalnya, Raja Balaputra Dewa adalah raja dari kerajaan Syailendra (di Jawa
Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra antara Balaputra
Dewa dan Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti
Sanjaya), Balaputra Dewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu, Raja
Balaputra Dewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya berkuasa Raja Dharma
Setru (kakek dari Raja Balaputra Dewa) yang tidak memiliki keturunan, sehingga
kedatangan Raja Balaputra Dewa di Kerajaan Sriwijaya disambut baik. Kemudian,
ia diangkat menjadi raja.
Pada
masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya berkembang semakin
pesat. Raja Balaputra Dewa meningkatkan kegiatan pelayaran dan perdagangan
rakyat Sriwijaya. Di samping itu, Raja Balaputra Dewa menjalin hubungan dengan
kerajaan-kerajaan yang berada di luar wilayah Indonesia, terutama dengan
kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Benggala (Nalanda)
maupun Kerajaan Chola. Bahkan pada masa pemerintahannya, kerajaan Sriwijaya
menjadi pusat perdagangan dan penyebaran agama Budha di Asia Tenggara.
c. Raja
Sanggrama Wijayattunggawarman
Pada
masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mendapat ancaman dari Kerajaan Chola.
Di bawah pemerintahan Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan
dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Raja Sriwijaya yang bernama Sanggrama
Wijayattunggawarman berhasil ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja
Kulotungga I di Kerajaan Cho, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan
kembali.
2. Wilayah
Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya
Setelah berhasil
menguasai Palembang, ibu kota Kerajaan Sriwijaya dipindahakan dari Muara Takus
ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai
daerah-daerah di sekitarnya seperti Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga Jawa
Barat (Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil
menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat
Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat.
Pada abad ke-8 M,
perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki
Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan terhadap daerah
Semenanjung Malaya bertujuan untuk menguasai daerah penghasil lada dan timah.
Sedangkan pendudukan terhadap daerah Tanah Genting Kra bertujuan untuk
menguasai lintas jalur perdagangan antara Cina dan India. Tanah Genting Kra
sering dipergunakan oleh para pedagang untuk menyeberang dari perairan Lautan
Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di pusat Kerajaan
Sriwijaya.
Pada akhir abad ke-8 M,
Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia
Tenggara, baik yang melalui Selat Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting
Kra.
Dengan kekuasaan
wilayah itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan laut terbesar di seluruh Asia
Tenggara.
3. Hubungan
dengan Luar Negeri
Kerajaan Sriwijaya
menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar wilayah Indonesia,
terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan
Pala/Nalanda di Benggala dan Kerajaan Cholamandala di Pantai Timur India
Selatan.
4. Aspek
kehidupan ekonomi
Dilihat dari letak
geografis, daerah Kerajaan Sriwijaya mempunyai letak yang sangat strategis,
yaitu di tengah-tengah jalur pelayaran perdagangan antara India dan Cina. Di
samping itu, letak Kerajaan Sriwijaya dekat dengan Selat Malak yang merupakan
urat nadi perhubungan bagi daerah-daerah di Asia Tenggara. Hasil bumi Kerajaan
Sriwijaya merupakan modal utama bagi masyarakatnya untuk terjun dalam aktifitas
pelayaran dan perdagangan.
5. Aspek
kehidupan social
Kerajaan Sriwijaya
karena letaknya yang strategis dalam lalu lintas perdagangan internasional
menyebabkan masyarakatnya lebih terbuka dalam menerima berbagai pengaruh asing.
Masyarakat Sriwijaya juga telah mampu mengembangkan bahasa komunikasi dalam
dunia perdagangannya. Kemungkinan bahasa Melayu Kuno telah digunakan sebagai
bahasa pengantar terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat, Bangka, Jambi
dan Semenanjung Malaysia.
Penduduk Sriwijaya juga bersifat
terbuka dalam menerima berbagai kebudayaan yang datang. Salah satunya adalah
mengadopsi kebudayaan India, seperti nama-nama India, adat-istiadat, serta
tradisi dalam Agama Hindu. Oleh karena itu, Sriwijaya pernah menjadi pusat
pengembangan ajaran Buddha di Asia Tenggara.
6. Aspek
kehidupan budaya
Menurut berita dari Tibet, seorang
pendeta bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) dalam
rangka belajar agama Budha dari seorang guru besar yang bernama Dharmapala.
Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar India. Tetapi
walaupun Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Budha, tidak banyak
peninggalan purbakala seperti candi-candi atau arca-arca sebaga tanda kebesaran
Kerajaan Sriwijaya dalam bidang kebudayaan.
7. Aspek
kehidupan Agama
Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat
pertemuan antara para jemaah agama Budha dari Cina ke India dan dari India ke
Cina. Melalui pertemuan itu, di Kerajaan Sriwijaya berkembang ajaran Budha
Mahayana. Bahkan perkembangan ajaran agama Budha di Kerajaan Sriwijaya tidak
terlepas dari pujangga yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya diantaranya
Dharmapala dan Sakyakirti. Dharmapala adalah seorang guru besar agama Budha
dari Kerajaan Sriwijaya. Ia pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi
Nalanda (Benggala).
FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB KERUNTUHAN KERAJAAN SRIWIJAYA
a. Berulang
kali diserang kerajaan Colomandala dari India.
b. Kerajaan
taklukan Sriwijaya banyak yang melepaskan diri dari kekuasaannya.
Misalnya Ligor, Tanah
Kra, Kelantan, Pahang, Jambi dan Sunda.
c. Terdesak
perkembangan kerajaan di Thailand yang meluaskan pengaruhnya ke arah selatan (semenanjung
Malaya).
d. Terdesak
pengaruh kerajaan Singosari yang menjalin hubungan dengan kerajaan Melayu ( di
Jambi).
e. Mundurnya
perekonomian dan perdagangan Sriwijaya karena Bandar-bandar pentingnya sudah
melepaskan diri dari Sriwijaya.
f. Kemungkinan
juga tidak adanya raja yang cakap dan berwibawa untuk memimpin kerajaan sebagai
akibat dari kurangnya pengaderan.
g. Serangan
Majapahit dalam upaya penyatuan nusantara tahun 1337 M
Laporan Hasil Observasi Tempat Sejarah
Laporan
Hasil Observasi Tempat Sejarah
‘Sejarah
Peminatan’
Anggota
Kelompok :
Fatimatuzzahro (12)
Marita Mutiara Sinsyi (18)
Mentari Adinda A P (20)
Salsabila Ikmas Y P (27)
Shabrina Aulia W (28)
Yasyfa Jannata Adni (32)
Daftar Isi
I.
Kata
Pengantar………………………………………………………………………….1
II.
Pendahuluan……………………………………………………………………………..2
a.
Latar
Belakang…………………………………………………………………………..2
b.
Tujuan……………………………………………………………………………………….2
c.
Rumusan
Masalah……………………………………………………………………..2
III.
Pembahasan…………………………………………………………………………..2-3
IV.
Penutup…………………………………………………………………………………….3
a.
Kesimpulan……………………………………………………………………………….3
b.
Lampiran…………………………………………………………………………………..4
Kata Pengantar
Assaamualaikum Wr. Wb.
Dengan segala puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih
kepada Bu Tri Susilowati, selaku guru mata pelajaran sejarah peminatan yang
telah memberikan pengetahuan bagi kami. Tanpa beliau mungkin laporan ini tidak bisa terselesaikan. Dan ucapan terima kasih diberikan pula kepada
orang tua dan teman-teman,
karena telah mendukung dan memberi
saran kepada kami.
Selain ucapan terima
kasih, kami panjatkan do’a yang tulus, kiranya atas bantuan yang diberikan
dengan penuh keikhlasan itu semoga mendapat balasan dari Allah SWT, dengan
pahala yang berlipat ganda. Amin...
Kami yakin di dalam penulisan laporan ini masih terdapat kekurangan, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak. Harapan kami laporan
ini dapat memberi manfaat bagi semua pembaca. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Penulis
Banyuwangi, 31 Oktober 2014
I.
Pendahuluan
a.
Latar
Belakang
Latar belakang hasil observasi yakni agar dapat
memahami pentingnya sejarah untuk mengetahui kehidupan masa lampau dan begitu
juga peninggalannya.
b. Tujuan
Observasi ini dilakukan karena bertujuan untuk menyelesaikan
tugas dengan mengetahui penggambaran mengenai kehidupan suatu tokoh pada masa
lampau dan hasil peninggalan-peninggalannya.
c.
Rumusan
Masalah
i.
Siapakah gerangan Kyai Haji
Saleh Lateng itu?
ii.
Bagaimanakah kepribadian Kyai
Saleh?
iii.
Mengapa Kyai Saleh sangat
dikenang masayarakat hingga saat ini?
iv.
Apa sajakah jasa yang
diberikan Kyai Saleh sesaat beliau masih hidup?
v.
Kapankah Kyai Saleh wafat?
vi.
Dimanakah makam Kyai Saleh
berada?
II.
Pembahasan
KH Saleh Lateng merupakan salah seorang
pendekar sakti keturunan raja-raja Palembang, Sumatera. Beliau lahir di Mandar,
Banyuwangi pada Ahad, 6 Ramadhan 1278 M (tepatnya pada tanggal 7 Maret 1862 M)
dengan nama aslinya yakni Ki Agus Muhammad Saleh. Ayahnya bernama Ki Agus Abdul
Hadi. Sedangkan kakeknya bernama Ki Agus Abdurrakhman. Dan ibunya bernama
Aisyah yang berasal dari Panderejo, Banyuwangi.
KH Saleh memiliki kepribadian yang baik,
sejak kecil kehidupan beliau sangat religius. Meskipun beliau lahir di tengah
masyarakat yang hancur dan terpisah dikarenakan adu domba oleh Belanda saat itu.
KH Saleh pun sangat dikenang oleh masyarakat dikarenakan banyak jasa yang telah
diberikan beliau kepada masyarakat Banyuwangi terutama yang berada di sekitar
tempat tinggalnya.
Berbagai macam jasa yang diberikan KH
Saleh antara lain, menentang penjajahan, meredakan pertikaian antar geng dan
kelompok masyarakat karena hasutan Belanda, berdakwah hingga ke seluruh penjuru
Banyuwangi, mengabdikan dirinya untuk perbaikan kualitas masyarakat Banyuwangi,
mengayomi dan membuka konsultasi seluas-luasnya, dan beliau memegang peranan
cukup penting dalam membidani kelahiran Nahdatul Ulama (NU) terutama di wilayah
Blambangan. KH Saleh Lateng pun juga merupakan salah seorang yang naik diatas
podium untuk turut memberikan kontribusi dan dukungan pada pertemuan Komite Hijaz.
KH Saleh Lateng wafat pada malam Rabu
tanggal 29 Dzulqoidah 1371 H (tepatnya tanggal 20 Agustus 1952) pada usia 93
tahun. Untuk mengenang jasa beliau, masyarakat sekitar memberi nama sebuah
musholla dimana beliau biasa memberikan pengajian pada santri-santrinya dengan
nama Musholla Kyai Saleh. Dan makam beliau berada kurang lebih 10 m di sebelah
selatan Musholla tersebut.
III.
Penutup
Demikian
laporan yang kami buat dengan sebaik-baiknya. Mohon maaf bila ada salah kata
yang tidak berkenan di hati para pembaca. Dan terima kasih atas perhatiannya.
Semoga laporan ini selalu berguna dimanapun dan kapanpun. Aamiin…
a.
Kesimpulan
Musholla Kyai Saleh yang berada di daerah Lateng, merupakan
musholla yang namanya diberi dari nama salah seorang pendekar kelahiran Mandar,
dikenang masyarakat karena jasanya yang sangat besar. Dan beliau juga merupakan
penentang penjajahan di Banyuwangi, yakni KH Saleh Lateng.
b.
Lampiran